Sabtu, 30
Maret 2013 15:36:38 WIB
Korea Utara Nyatakan Perang
Terhadap Korea Selatan
PYONGYANG –
Korea Utara menyatakan telah memasuki “keadaan perang” dengan Korea Selatan,
demikian pernyataan resmi pimpinan Korea Utara.
Pernyataan
ini dikeluarkan menanggapi apa yang mereka sebut sebagai “tindakan provokatif”
Amerika Serikat dan Korsel melalui latihan militer bersamanya.
Pemimpin
Korea Utara, Kim Jong-un, Jumat (29/03) menyatakan, dia telah memerintahkan
persiapan serangan roket ke pangkalan militer AS, menyusul aksi latihan militer
bersama AS dan Korsel, yang antara lain menghadirkan pesawat pembom siluman
B-2.
Ini bukanlah
ancaman “perang” pertama yang dilontarkan Korut, semenjak negara itu dikenal
sanksi internasional akibat uji coba nuklir ketiga pada Februari lalu.
Korut dan
Korsel secara teknis masih dalam keadaan berperang sejak konflik bersenjata
pada 1953 berakhir, tetapi tidak pernah ditindaklanjuti dengan perjanjian
damai.
Di Washington,
juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Caitlin Hayden, mengatakan pernyataan
terbaru pemerintah Korut itu sebagai “tindakan yang tidak konstruktif”.
Menurutnya,
“Kami menanggapi ancaman serius tersebut dan tetap berhubungan erat dengan
sekutu kami, Korea Selatan.”
ANCAMAN
SERIUS
Kim Jong-un
dilaporkan mengecam pesawat pembom Amerika B-2 yang melintas Korea Selatan
sebagai langkah gegabah yang menunjukkan “ultimatum bahwa mereka akan memicu
perang nuklir di Semenanjung Korea.”
Amerika
Serikat serta pangkalan di Hawaii, Guam dan Korea Selatan disebutkan sebagai
potensi sasaran.
Ribuan
tentara Korea Utara dan mahasiswa ikut serta dalam unjuk rasa di kota Pyongyang
untuk mendukung pengumuman Kim Jong-un itu.
Pemimpin
Korut Kim Jong-un memerintahkan rudal disiagakan.
Cina, mitra
dagang terbesar Korea Utara, kembali menegaskan seruan agar semua pihak
meredakan ketegangan.
Namun Menlu
Rusia Lavrov mengatakan “kita kemungkinan membiarkan situasi tidak terkendali
dan masalah ini akan berkembang menjadi lingkaran setan”.
Rudal milik
Korut yang terbaru diperkirakan dapat mencapai Alaska, tetapi tidak ke daratan
AS.
Juru bicara
Gedung Putih Josh Earnest mengatakan, retorika Korut itu hanya akan membuat
negara itu makin terisolasi.
Di Seoul,
Jurubicara Kementerian Luar Negeri Korsel, Hong Lei mengatakan, harus ada
“upaya bersama” untuk menanggulangi “situasi tegang”. (bbc/d)
Kronologi Konflik Antara Korea Selatan dan Korea Utara
vs
Perang antar dua Korea pernah terjadi dari 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953,
adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Perang ini juga
disebut "perang yang dimandatkan" (bahasa Inggris proxy war) antara
Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan komunis Republik Rakyat Cina dan Uni
Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea
Selatan. Sekutu utama Korea Selatan termasuk Amerika Serikat, Kanada,
Australia, dan Britania Raya, meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara
di bawah bendera PBB.
Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok, menyediakan kekuatan
militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan penasihat perang dan pilot
pesawat, dan juga persenjataan, untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara. Di
Amerika Serikat konflik ini diistilahkan sebagai aksi polisional di bawah
bendera PBB daripada sebuah perang, dikarenakan untuk menghilangkan keperluan
kongres mengumumkan perang.
25 Juni 1950 - artileri telah diluncurkan, tank-tank dan pasukan infanteri
Tentara Korea Utara mulai menyerang Korea Selatan, sebuah kawasan di selatannya
berseberangan haluan secara politik, yang hanya dipisahkan garis imajiner 38˚.
4 Januari 1951 - Tentara Korea Utara yang dibantu Cina berhasil menguasai
Seoul.
27 Juli 1953 - Amerika Serikat, RRC, dan Korea Utara menandatangani persetujuan
gencatan senjata. Presiden Korea Selatan saat itu, Seungman Rhee, menolak
menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata
tersebut. Secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.
60 tahun kemudian..
26 Maret 2010 - kapal perang Korea Selatan Cheonan tenggelam. Korsel menaruh
curiga pada Korut. Hubungan kedua negara memanas.
24 November 2010 - Korut melakukan serangan artileri ke pulau Yeonpyeong yang
menjadi markas militer Korsel.
Sejak perang 1950-1953, Korea Utara dan Korea Selatan tak pernah mengalami
perang terbuka dan total, hanya ada serangkaian perang terbatas. Meskipun kedua
negara memiliki dukungan negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet
(Rusia), tetap saja tak pernah terjadi perang berskala dan intensitas besar
maupun massif. Banyak pengamat yang mengatakan bahwa perang kedua negara
bersaudara ini adalah perang Proxy, atau perang yang tak melibatkan kekuatan
utama yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Perang tahun 1950-1953 berakhir dengan tanpa kemenangan, kecuali angka korban
jiwa yang signifikan di kedua belah pihak. Ketika itu, politik global masih
bi-polar, Amerika Serikat dan Uni Soviet, perang masih dalam tataran perang
militer, kemajuan tekonologi dan peradaban dunia tak sepesat sekarang. Ketika
beragam permasalahan bilateral kedua negara bersaudara ini makin kerap terjadi,
bisa saja pihak yang merasa terdzalimi, akan melakukan perlawanan. Siapa yang
menzalimi dan terdzalimi tentu subyektif bagi kedua negara. Hal sekecil apapun
bisa saja menjadi pemicu perang.
Pertanyaannya, “Jika benar-benar terjadi perang terbuka yang luas, dan massif,
kira-kira siapa pemenangnya? atau tetap akan berakhir dengan ketidakjelasan
seperti tahun 1953?”
Korea Utara
Negara yang mengadopsi sistem politik komunis ini, ternyata memiliki
produk yang mendunia juga. Berdasar informasi dari wikipedia, dapat diperoleh
informasi:
“Menurut perkiraan tahun 2002, sektor utama dalam ekonomi Korea Utara adalah
industri (43,1%), diikuti oleh jasa (33,6%) dan pertanian (23,3%). Pada 2004,
diperkirakan bahwa sektor pertanian menyerap 37% dari tenaga kerja, sementara
industri dan jasa menyerap sisanya, 63%. Industri utama meliputi produk militer,
pembuatan mesin, energi listrik, bahan kimia, pertambangan, perlogaman,
sandang, pengolahan makanan dan pariwisata.
Pada 2005, menurut FAO, Korea Utara adalah produsen buah segar terbesar ke-10,
dan produsen apel Korea Utara memiliki sumber daya alam yang substansial,
dengan sumber daya utama meliputi besi, seng, batu bara, fluor, tembaga, garam,
timbal, tungsten, grafit, magnesium, emas, pirit, fluorspar, dan listrik tenaga
air. terbesar ke-19.”
Menariknya, Korea Utara juga menerima bantuan dari berbagai negara termasuk
Korea Selatan. Korea Utara juga memberlakukan rumah, kesehatan, dan pendidikan
diberikan secara gratis oleh negara dan pembayaran pajak telah dihapuskan sejak
1 April 1974.
Sementara dari sisi pertahanan, meskipun lemah secara ekonomi dan tertutup pada
informasi global, Korea Utara memiliki militer yang baik, karena kerja sama
dengan Uni Soviet (Rusia) dan Cina. Dalam situs http://www.globalfirepower.com
dengan data tahun 2009, Korea Utara menempati peringkat ke-20 sementara Korea Selatan
di peringkat ke-12 (Indonesia peringkat ke-14).
Dalam hubungan yang fluktuatif antara Korea Utara dan Uni Soviet (Rusia), pada
2000 telah diadakan sebuah kerjasama sebagai bentuk normalisasi hubungan antar
kedua negara, yang diantara pasal-pasalnya termaktub:
“Pasal 2 dari perjanjian ini menyatakan bahwa jika terdapat bahaya agresi
dari satu atau negara yang mengancam keamanan, dan terdapat situasi dimana ada
kebutuhan untuk konsultasi dan kerjasama, kedua pihak akan saling mengkontak
dalam tempo secepatnya” sumber: http://bit.ly/f6kiu0
Tentunya yang dikhawatirkan berbagai pihak adalah kemampuan rudal nuklir Korea
Utara yang memiliki daya jelajah cukup jauh
Korea Selatan
Berbicara tentang ekonomi Korea Selatan tentu tak perlu diragukan lagi. Negara
ini adalah salah satu negara maju di dunia, dan negara industri besar di Asia
selain Cina, dan Jepang, yang dijuluki Macan Asia. Korea Selatan memiliki
ekonomi terbesar ke-12 di dunia. Beberapa industri yang terkenal misal Hyundai,
LG, Samsung, dan Daewoo. Dalam teknologi informatika dan telekomunikasi, Korea
Selatan termasuk sangat maju dan pionir, seperti yang ditulis dalam wikipedia:
“Pada 2005, di samping merupakan pemimpin dalam akses internet
kecepatan-tinggi, semikonduktor memori, monitor layar-datar dan telepon
genggam, Korea Selatan berada dalam peringkat pertama dalam pembuatan kapal,
ketiga dalam produksi ban, keempat dalam serat sintetis, kelima dalam otomotif
dan keenam dalam baja”
Dari sisi pertahanan, Korea Selatan “menikmati” perlindungan dari Amerika
Serikat sejak tahun 1953 dalam sebuah kerja sama pertahanan. Amerika Serikat
menempatkan pasukannya di 16 markas di Korea Selatan dibawah bendera, Unites
States Forces Korea, dengan rincian:
AD 19,755
AL 274
AU: 8,815
Marinir: 242
Belum ditambah pasukan yang ada di Jepang dibawah Armada Ketujuh AS yang
beroperasi di Samudera Pasifik.
“Armada Ketujuh (Seventh Fleet) adalah salah satu kekuatan terbesar yang hingga
kini masih dipertahankan. Dari markasnya di Yokosuka, Jepang, mereka rutin
berlayar menjaga kepentingan AS di wilayah perairan seluas 52 juta mil persegi.
Membentang dari barat AS sampai pantai timur Afrika, dan dari Kepulauan
KurilAntartika. Kini, praktis tak ada satu pun negara yang mampu menandingi
kekuatannya. Mereka memiliki 40-50 kapal perang, 350 pesawat terbang, serta
50.000 pelaut dan marinir. Dan, hampir separuh masa dalam setahun kapal-kapal
itu meronda sampai .”
Kesimpulan
Korea Selatan boleh saja kuat secara ekonomi, memiliki kepastian dukungan dari
Amerika Serikat. Namun, diantara semuanya, tentu yang sangat menakutkan adalah
kemampuan nuklir Korea Utara, yang ditulis TempoInteraktif mampu mencapai
setiap jengkal Korea Selatan. Meskipun Amerika Serikat memiliki pasukan yang
ditempatkan di korea Selatan dan Jepang, tentunya tak secepat misil berhulu
ledak nuklir yang mampu menjangkau setiap kota besar Korea Selatan. Saya tidak
tahu dan tidak memiliki data apakah Amerika Serikat memiliki anti-misil yang
mampu menghalau misil-misil Korea Utara, baik yang ditempatkan secara statis
atau melalui kapal-kapal selam (anti-ballistic missiles) yang bisa standby
setiap saat dimana saja. Jika memang benar memiliki, seberapa cepat kecepatan
dan jangkauannya perlu diperhitungkan kembali.
Dalam perang dengan waktu terbatas atau singkat, mempertimbangkan faktor
kejutan dan tanpa mempertimbangkan faktor teknis & non-teknis, saya yakin
Korea Utara akan mampu tampil dominan dengan misil-misilnya sehingga kota-kota
besar terutama kota industri Korea Selatan mampu segera dihancurkan, bahkan
sebelum Korea Selatan bergerak dan menyadari bahwa telah terjadi serangan.
Namun, dalam perang dengan waktu yang tak terbatas, tak dapat diprediksikan
kemenangan akan berpihak pada kubu mana. Sekalipun Amerika Serikat dan
sekutunya berada dibelakang Korea Selatan, dan belum tentu Rusia maupun Cina
akan berpihak pada Korea Utara. Yang pasti terjadi adalah kehancuran di kedua
Korea.
Dengan melihat perkembangan ekonomi dan industri Korea Selatan yang merupakan
industri tingkat global, perang justru akan menghancurkan sistem ekonomi, dan
butuh waktu yang tak sedikit dalam mengembalikan kondisi seperti sediakala.
Korea Utara yang belum makmur secara ekonomi tentu akan mengalami trauma dan
kekalahan ekonomi yang tidak sedikit juga.
Terlepas dari berbagai isu yang melatarbelakangi konflik yang terjadi pada 24
November 2010 lalu, baik isu provokasi Korea Selatan, isu suksesi Korea Utara,
kesenjangan ekonomi dua Korea, permasalahan dua negara bersaudara ini harus
dikembalikan dengan mengacu pada sejarah, bahwa sumber permasalahan selain
perbedaan ideologi adalah kesewenang-wenangan Barat dalam “membagi” dua Korea,
tanpa melibatkan “penguasa” tanah itu sendiri, bangsa Korea, dan juga pembagian
yang tidak adil yang lebih condong ke selatan dari demarkasi garis 38˚.
Dalam studi Hubungan Internasional, ada sebuah adagium dari Carl Von
Clausewitz, “war is a continuation of politic by other mean”, bahwa perang
merupakan kelanjutan dari politik, tetapi selagi masih ada cara yang bisa
ditempuh, saya rasa akan lebih baik jika perang menjadi opsi terakhir. Dalam
bahasa Jawa ada pepetah terkenal, Menang Ora Kondang Kalah Ngisin-ngisini
(Menang ga terkenal, Kalah Memalukan), Menang dadi Areng, kalah dadi Awu
(Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu), artinya siapapun pemenangnya tak lebih
baik dari yang kalah, tetap hancur.
INTERNASIONAL
TERKINI
TERPOPULER
TERKOMENTARI
AS Siap Lindungi Korsel dan
Jepang
Sabtu, 30
Maret 2013, 12:21 WIB
AP/Jon Chol
Jin
North Korean
army officers punch the air as they chant slogans during a rally at Kim Il Sung
Square in downtown Pyongyang, North Korea, Friday, March 29, 2013.
REPUBLIKA.CO.ID,
WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) bereaksi keras atas pernyataan perang yang
diumumkan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un, kepada Korea Selatan. Mereka pun
siap melindungi dan mempertahankan semua pangkalan militer dan negara-negara
sekutu mereka.
Langkah yang
diambil Korea Utara itu, menurut juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest, hanya
akan memperdalam isolasi yang selama ini menimpa negara yang resmni dibentuk
pada 1948 tersebut.
"Pernyataan
yang menunjukkan peperangan dari Korea Utara hanya akan memperdalam isolasi
yang terjadi di bangsa itu. Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk melindungi
sekutu-sekutu dan kepentingan kami di wilayah tersebut," kata Earnest
seperti dikutip guardian, Sabtu (30/3).
Earnest
menambahkan, ketegangan yang memuncak di kawasan semenanjung Korea akhir-akhir
ini adalah karena ulah dari Korea Utara sendiri.
Earnest pun
menampik apabila pernyataan perang dari Kim Jong-Un merupakan reaksi atas aksi
dua pesawat bomber B-52 milik AS yang terbang di sekitar wilayah Semenanjung
Korea, pada pekan ini.
"Sudah
jelas eskalasi yang meningkat di Korea Utara adalah karena tindakan-tindakan
dan pernyataan mereka," kata Earnest.
Sementara
Juru Bicara Pentagon, Catherine Wilkinson, menyatakan, AS tidak akan
terintimidasi dengan pernyataan perang Korea Utara itu. Mereka pun siap
melindungi pangkalan militer dan negara-negara sekutu mereka.
"Amerika
Serikat mampu mempertahankan diri sendiri dan melindungi negara-negara sekutu
kami, apabila ada serangan. Kami benar-benar berkomitmen terhadap pertahanan
Korea Selatan dan Jepang," tuturnya.
Berdasarkan
informasi dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Menteri Luar Negeri,
John Kerry, rencananya akan mengunjungi Korea Selatan dan Jepang, paling lambat
dalam seminggu ke depan.
Reporter : Reja irfa widodo
|
Redaktur : Djibril Muhammad
|
|
Sumber : Guardian
|